Minggu, 14 Februari 2016

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK SEPTIK

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK SEPTIK
DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) 
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus
 Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya bakteri dalam darah.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan. Syok septikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).

ETIOLOGI : 
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri  gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006) 
            Selain itu syok juga dapat diakibatkan karena :
  1. Perdarahan (syok hipovolemik)
  2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
  3. Gagal jantung (syok kardiogenik)
  4. Trauma atau cedera berat
  5. Serangan jantung (syok kardiogenik)
  6. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
  7. Infeksi (syok septik)
  8. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
  9. Sindroma syok toksik.
TANDA DAN GEJALA

1.      Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2.      Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3.      Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4.      Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5.      Hiperventilasi dengan hipokapnia
6.      Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7.       Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

PROGNOSA
Syok septik dapat menyebabkan kegagalan organ multipel termasuk kegagalan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian cepat

PATOGENESIS
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.
Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu:
1.      Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2.      Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3.      Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.
Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.
(Hermawan, 2007).
PATOFISIOLOGI SYOK SEPTIK
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).
INDIKASI
1.      Apabila pasien dalam keadaan Demam tinggi > 38,9 ̊C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2.      Apabila pasien dalam keadaan nyeri tekan didaerah abdomen, periektal.
3.      Apabila pasien dalam keadaan Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)

TINDAKAN SYOK SEPTIK
      Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
  1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi.Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
  1. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid.Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih.Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
  1. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi.Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
  1. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
  1. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
  1. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
  1. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
PENANGANAN SYOK
Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
  1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
  2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
  3. Periksa pernafasan korban (Breathing)
  4. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
  5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
  6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
  7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba.
Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.
PENGOBATAN :
  1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah kembalinya darah ke jantung.
  2. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
  3. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
  4. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
  5. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
  6. Obat-obatan diberikan secara intravena.
  7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.
  8. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
  9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
  10. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan pembuluh darah.
SOP (STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR)
1.      Terapi cairan. Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan pada saat ditegakkan diagnostic, syok septik pemberian cairan ini sebanyak 1-2 L selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi tepid an produksi urin. Pemberian cairan selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral.
2.      Obat inotropik. Dopamin sebaiknya diberikan bilamana keadaan syok tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan, tetapi tekanan vena sentral telah kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5 µg/kg berat badan/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran darah ginjal dan mesenterik meningkat, serta memperbanyak produksi urin. Dosis dopamin 5-10 µg/kg berat badan/menit dan menimbulkan efek beta adrenergik. Sedangkan pada dosis > 10 µg/kg berat badan/menit, dopamine tidak efektif, dan yang menonjol adalah efek alfa adrenergic.
3.      Antibiotika. Pemberian dosis antibiotika harus lebih tinggi dari dosis biasa dan diberikan secar intravena, kombinasi pemberian 2 antibiotika spektrum … sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek aditif dan sinergistik. Misal : kombinasi pemberian klindamisin (600 mg/  6 jam) dengan aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin 2 mg/kg berat badan/ 8 jam) sebagai terapi permukaan sebelum mendapatkan uji kepekaan bakteri.
Diagnosis
Riwayat
Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
1.             Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi
2.             Hipotensi, oliguria, atau anuria
3.             Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
4.             Perdarahan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.
Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.
Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.
Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.
(Hermawan, 2007).
PENATALAKSANAAN
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:
1.      Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.
2.      Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin.
A.    Golongan penicillin
– Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
– Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari
B.     Golongan penicillinase—resistant penicillin
– Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
– Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.
C.     Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:
Bakteri
Antibiotik
Dosis
Escherichia coli
Ampisilin/sefalotin
– Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan, diberikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
– Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv
– Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv
Klebsiella, Enterobacter
Gentamisin
Proteus mirabilis
Ampisilin/sefalotin
Pr. rettgeri, Pr. morgagni, Pr. vulgaris
Gentamisin
Mima-Herellea
Gentamisin
Pseudomonas
Gentamisin
Bacteroides
Kloramfenikol/klindamisin
Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren (Hermawan, 2007).
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1.      Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
2.      Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3.      Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4.      Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5.      Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6.      Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7.      Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
KOMPLIKASI
1.             Sindrom distress pernapasan pada dewasa
2.             Koagulasi intravaskular
3.             Gagal ginjal akut
4.             Perdarahan usus
5.             Gagal hati
6.             Disfungsi sistem saraf pusat
7.             Gagal jantung
8.             Kematian

MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1.      Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
2.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan..
4.      Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif
5.      Hipertermi b/d proses infeksi

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup


NOC :
·         Cardiac Pump effectiveness
·         Circulation Status
·         Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
v  Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
v  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
v  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
v  Tidak ada penurunan kesadaran
NIC :
Cardiac Care
v  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
v  Catat adanya disritmia jantung
v  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
v  Monitor status kardiovaskuler
v  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
v  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
v  Monitor balance cairan
v  Monitor adanya perubahan tekanan darah
v  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
v  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
v  Monitor toleransi aktivitas pasien
v  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
v  Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
§  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§  Monitor kualitas dari nadi
§  Monitor adanya pulsus paradoksus
§  Monitor adanya pulsus alterans
§  Monitor jumlah dan irama jantung
§  Monitor bunyi jantung
§  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§  Monitor suara paru
§  Monitor pola pernapasan abnormal
§  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§  Monitor sianosis perifer
§  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan..
2
Pola Nafas tidak efektif
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
-    Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-    Penurunan pertukaran udara per menit
-    Menggunakan otot pernafasan tambahan
-    Nasal flaring
-    Dyspnea
-    Orthopnea
-    Perubahan penyimpangan dada
-    Nafas pendek
-    Assumption of 3-point position
-    Pernafasan pursed-lip
-    Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
-    Peningkatan diameter anterior-posterior
-    Pernafasan rata-rata/minimal
§  Bayi : < 25 atau > 60
§  Usia 1-4 : < 20 atau > 30
§  Usia 5-14 : < 14 atau > 25
§  Usia > 14 : < 11 atau > 24
-    Kedalaman pernafasan
§  Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
§  Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
-    Timing rasio
-    Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
-          Hiperventilasi
-          Deformitas tulang
-          Kelainan bentuk dinding dada
-          Penurunan energi/kelelahan
-          Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
-          Obesitas
-          Posisi tubuh
-          Kelelahan otot pernafasan
-          Hipoventilasi sindrom
-          Nyeri
-          Kecemasan
-          Disfungsi Neuromuskuler
-          Kerusakan persepsi/kognitif
-          Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
-          Imaturitas Neurologis

NOC :
v Respiratory status : Ventilation
v  Respiratory status : Airway patency
v  Vital sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC : Airway Management
·         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Berikan bronkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·         Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
v  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
v  Pertahankan jalan nafas yang paten
v  Atur peralatan oksigenasi
v  Monitor aliran oksigen
v  Pertahankan posisi pasien
v  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
v  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
  • Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  • Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  • Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  • Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  • Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  • Monitor kualitas dari nadi
  • Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  • Monitor suara paru
  • Monitor pola pernapasan abnormal
  • Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  • Monitor sianosis perifer
  • Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  • Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3.      Hipertermia  tubuh behubungan dengan proses infeksi.
Hipertermia
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
·         kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
·         serangan atau konvulsi (kejang)
·         kulit kemerahan
·         pertambahan RR
·         takikardi
·         saat disentuh tangan terasa hangat

Faktor faktor yang berhubungan :
-          penyakit/ trauma
-          peningkatan metabolisme
-          aktivitas yang berlebih
-          pengaruh medikasi/anastesi
-          ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
-          terpapar dilingkungan panas
-          dehidrasi
-          pakaian yang tidak tepat
NOC : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
v  Suhu tubuh dalam rentang normal
v  Nadi dan RR dalam rentang normal
v  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever treatment
§  Monitor suhu sesering mungkin
§  Monitor IWL
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
§  Monitor penurunan tingkat kesadaran
§  Monitor WBC, Hb, dan Hct
§  Monitor intake dan output
§  Berikan anti piretik
§  Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
§  Selimuti pasien
§  Lakukan tapid sponge
§  Berikan cairan intravena
§  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
§  Tingkatkan sirkulasi udara
§  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
§  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
§  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
§  Monitor TD, nadi, dan RR
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
§  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
§  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
§  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
§  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§  Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
  • Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  • Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  • Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  • Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  • Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  • Monitor kualitas dari nadi
  • Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  • Monitor suara paru
  • Monitor pola pernapasan abnormal
  • Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  • Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  • Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4.      Defisit perawatan diri b/ d gangguan kognitif
Defisit perawatan diri
Definisi :
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf
NOC:
v  Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
v  Klien terbebas dari bau badan
v  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
v  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :
Self Care assistane : ADLs
§  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
§  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
§  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
§  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
§  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
§  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
§  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
§  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 




DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosostro,hanifa.2005.ilmu kebidanan.bida pustaka sarwono. Jakarta Categories Contoh Makalah

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9

Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3