BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat di Indonesia. Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT
1995 ) penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur. Pada
tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan
kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia
terdapat 130 penderita baru TBC paru dengan BTA positif.
Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa,
maka jumlah anak yang terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan
penyakit TBC juga meningkat. Seorang anak dapat terkena infeksi TBC tanpa
menjadi sakit TBC dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada kelainan
klinis, radiologis dan laboratoris. Tuberkulosis primer pada anak kurang
membahayakan masyarakat karena kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu
sendiri cukup berbahaya oleh karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang
sering kali menjadi sebab kematian atau menimbulkan cacat, Misal pada TBC
Meningitis.
Diagnosis yang paling tepat untuk TBC adalah bila
ditemukan basil TBC dari bahan – bahan seperti sputum, bilasan lambung, biopsy
dan lain – lain, tetapi hal ini pada anak sulit didapat. Oleh karena itu,
sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinik, gambaran
radiologis dan uji tuberkulosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tubercolusis
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tubercolusis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Tuberkulosis (TB atau TBC) pada anak
memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada anak menginfeksi primer di
parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga jarang ditemukan
gejala khas TB seperti batuk berdahak.Pada parenkim paru ini juga kuman
cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat
mudah menular dari orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak.
TBC adalah penyakit serius yang
gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak dengan kekebalan tubuh
buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB
tidak menular antara sesama anak.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat
infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat
mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah
terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di
dunia.
B.
Etiologi
Kuman penyebab TBC yakni
Mycobacterium tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak. Jika terkena
kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di dekatnya, terutama orangtua,
maka anak tetap terkena. Di antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil
kemungkinan menularkan. "Padahal, interaksi orangtua
sangat dekat dan intens dengan
anak, apalagi yang masih bayi.
Terkadang sambil menimang-nimang dinyanyikan dan anak mendapat percikan dahak
dari orangtua yang sakit TBC. sehingga anak tertular Oleh karena itu, angka
anak penderita TBC sangat terpengaruh jumlah orang dewasa yang dapat menularkan
TBC.
C.
Manifestasi
Klinik
Gejala
klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor
agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang
tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore
hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan
pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh kembang.
Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak terlalu
mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya
terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun
terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat
reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala
yang tersebut di atas dikategorikan sebagai gejala nonspesifik. Perlu dicatat
bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus infeksi lain.
Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit
(skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain.
Atau
secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak
dapat disebutkan sebagai berikut :
·
Berat
badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi
·
Anoreksia
dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to
thrive)
·
Demam
lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi
saluran napas akut), dapat disertai keringat malam
·
Pembesaran
kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel
·
Batuk
lama lebih dari 30 hari
·
Diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
Gejala
spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi
(gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk
kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis,
tuberkel koroid), dll.
D.
Klasifikasi
Tuberkulosis menurut klasifikasinya
dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
1.
stadium pertama
Stadium pertama yang merupakan
kompleks primer dengan penyebaran limfogen.
2.
Stadium
ke dua yaitu Pada waktu terjadi penyebaran hematogen dan
3.
Stadium
ketiga yaitu Tuberkulosis paru menahun (crhonic pulmonary tuberculosis)
E.
Patofisiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri
kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili
Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M.
africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang,
berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri
aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya
dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan
gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu,
maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa
mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies
Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan
Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan
arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan
dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat
bertahan hidup di dalam makrofaga.
Penularan TBC terjadi karena
menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus
M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb
yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak
dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara
kemotaksis ke arah M.Tb berada, kemudian
memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk
tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa
Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan
fibrosis di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di
alveolus (fokus primer) menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi
kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis akan membentuk kompleks
primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan penyakit di
organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif
kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi
nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair
dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan
paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga
dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .
F.
Penularan
Penularan penyakit ini karena kontak
dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang
yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari
orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti
kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini
masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka
hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan ,
tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai
masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
G.
Komplikasi
Komplikasi Yang dapat terjadi pada
TBC adalah sebagai berikut :
1.
Meningitis
2.
Spondilitis
3.
Pleuritis
4.
Bronkopneumoni
5.
Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari
saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari
lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,
tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency).
H. Pengobatan TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak
pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi
TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
- Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin
ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
- Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi
tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat
yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat
primer
: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. - Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat
|
Dosis
harian
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
2x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
Dosis
3x/minggu
(mg/kgbb/hari) |
INH
|
5-15
(maks 300 mg)
|
15-40
(maks. 900 mg)
|
15-40
(maks. 900 mg)
|
Rifampisin
|
10-20
(maks. 600 mg)
|
10-20
(maks. 600 mg)
|
15-20
(maks. 600 mg)
|
Pirazinamid
|
15-40
(maks. 2 g)
|
50-70
(maks. 4 g)
|
15-30
(maks. 3 g)
|
Etambutol
|
15-25
(maks. 2,5 g)
|
50
(maks. 2,5 g)
|
15-25
(maks. 2,5 g)
|
Streptomisin
|
15-40
(maks. 1 g)
|
25-40
(maks. 1,5 g)
|
25-40
(maks. 1,5 g)
|
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC
dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang
resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR
(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain
selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat
ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH
dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
- Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun
dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin
diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15
mg/kgbb.
Dosis
anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
|
||
|
INH
|
:
5 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
:
10 mg/kgbb/hari
|
TB berat (milier dan meningitis TBC)
|
||
|
INH
|
:
10 mg/kgbb/hari
|
|
Rifampisin
|
:
15 mg/kgbb/hari
|
|
Dosis
prednison
|
:
1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
|
I. Konsep Asuhan Keperawatan
o
Pengkajian
§ Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga
identitas orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga)
§ Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke
rumah sakit)
§ Riwayat kehamilan dan kelahiran
· Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang
penyakit infeksi selama hamil)
· Intranatal : Bayi terlalu lama di
jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi
menderita cepal hematom
· Post Natal : kurang asupan nutrisi ,
bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
§ Riwayat Masa Lampau
· Penyakit yang pernah
diderita (tanyakan, apakah klien pernah
sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang
lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan,
apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak
teratur?)
· Pernah dirawat dirumah sakit
· Obat-obat yang digunakan/riwayat
Pengobatan
· Riwayat kontak dengan penderita TBC
· Alergi
· Daya tahan yang menurun.
· Imunisasi/Vaksinasi : BCG
§ Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal,
axilla dan sub mandibula)
§ Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau
Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang
sama)
· Riwayat Kesehatan Lingkungan dan
sosial ekonomi
· Lingkungan tempat tinggal
(Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi
rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak
· Kondisi rumah
· Merasa dikucilkan
· Aspek psikososial (Tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)
· Biasanya pada keluarga yang kurang
mampu
· Masalah berhubungan dengan kondisi
ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak
· Tidak bersemangat dan putus harapan.
§ Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan
dengan anggota keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan
secara umum, Pelaksanaan spiritual)
§ Pola fungsi kesehatan.
· Pola persepsi sehat dan
penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola
nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor
kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit
menelan, turgor kulit jelek. Pola eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan
urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada
kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas,
fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). Pola
tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. Pola
kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang
umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. Pola
persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola peran
hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak
mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada
ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif.(7)
§ Pemeriksaan Fisik
· Demam: sub fibril, fibril (40-41°C)
hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana
infiltrasi radang sampai setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa
anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu
malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi
suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan
fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak). Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran
kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang
terjadi abses.
§ Pemeriksaan Diagnostik Dan
Pengobatan
· Uji tuberkulin = uji tuberkulin (+).® hipersensitifitas tipe lambat ® imunitas seluler ®Infeksi TB
· Foto rontgent Rutin : foto pada
rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent paru
tidak selalu khas.
· Pemeriksaan mikrobiologis
(Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB.
Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec);
PCK.
· Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas.
LED dapat meninggi)
· Pemeriksaan patologik anatomik.
Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan
penderita TB menambah kriteria diagnosa.
· Lain-lain (Uji faal paru,
Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
§ Pengkajian TUMBANG menggunakan
KMS,KKA, dan DDST
·
Pertumbuhan
· Kaji BBL,BB saat kunjungan
· BB normal
· BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur
· kaji berat badan lahir dan berat
badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
· LL dan luka saat lahir dan saat
kunjungan
·
Perkembangan
· lahir kurang 3 bulan = belajar
mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
· usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90
derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais meringis
· usia 6-9 bulan = duduk tanpa di
Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda, memindahkan benda
dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa
arti.
· usia 9-12 bulan = dapat berdiri
sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan
sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
· usia 12-18 bulan = mengeksplorasi
rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa
cemburu, bersaing
· usia 18-24 bulan = naik–turun
tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan sendiri,
menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
· usia 2-3 tahun = belajar melompat,
memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
· usia 3-4 tahun = belajar sendiri
berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi
saudara.
· usia 4-5 tahun = melompat, menari,
menggambar orang, dan menghitung.
o
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
yang dapat muncul yaitu :
1. Gangguan Pertukaran gas berhubungan
dengan proses infeksi
2. Defisit pengetahuan tentang proses
infeksi
3. Resiko penyebaran infeksi
berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi, proses inflamasi,
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan
pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Anoreksia.
6. Risiko gangguan dalam menjalankan
peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi pasien
3. Rencana Tindakan
Keperawatan
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan
batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a. Berikan oksigen humidifier
bagi anak dengan dispnue
R : dispnea masih dapat terjadi,
hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2
humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.
b. Tinggikan bagian kepala
tempat tidur
R : Peninggian kepala menyebabkan
otot diafragma mengembang
c. Berikan obat batuk
ekspektoran sesuai kebutuhan
R : ekspektoran membantu
mengeluarkan mukus
Dx.2
KH : Keluarga akan mengekspresikan
pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan
Rencana tindakan :
a. Ajarkan Orang Tua dan anak
(jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB
R : pemahaman bagaimana penularan TB
dan penangannya membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan
terhadap pengobatan, prosedur isolasi, dan pengobatan yang diberikan.
b. Ajarkan Orang Tua dan anak
(jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa lama terapi
pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani
tuntas pengobatannya.
R : pemahaman bagaimana memberikan
pengobatan dan risiko bila pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan
kepatuhan.
Dx.3
KH : Tidak terjadi penyebaran
infeksi
Rencana tindakan :
a. Review patologi penyakit fase
aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan
sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau
mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi orang-orang
yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang
dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat
meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran
c. Anjurkan klien
menampung dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah
terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap
melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko
penyebaran infeksi
e. Monitor temperatur
R : untuk mengetahui adanya indikasi
terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi Pemberian
terapi untuk anak
R : Kerja sama akan mempercepat
proses penyembuhan
g. Monitor sputum BTA. Klien
dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu
yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi
yang akan dilaksanakan selanjutnya
Dx.4
KH : Orang tua dan anak akan
mengikuti pedoman terapi
Rencana tindakan :
a. Kaji seberapa banyak
pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal
ketidakpahaman yang dimiliki
R : pengkajian membantu menentukan
apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka
memenuhi pengobatan jangka panjang.
b. Ajarkan orang tua dan anak
(jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan
tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
R : Pendidikan dan penguatan
diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya mengikuti program
pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan akibat defisit
pengetahuan.
c. Identifikasi alternatif
pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko
pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan menunjukkan
peningkatan status gizi dan BB meningkat.
KH : Keluarga klien dapat
menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan kebutuhan
nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan
perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per
oral) sesuai program dietetik.
Rencana Tindakan:
a. Mengukur dan
mencatat BB pasein
R : BB menggambarkan status gizi
pasien
b. Menyajikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
R : Sebagai masukan makanan
sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Menyajikan
makanan yang dapat menimbulkan selera makan
R : Sebagai alternatif meningkatkan
nafsu makan pasien
d. Memberikan
makanan tinggi TKTP
R : Protein mempengaruhi tekanan
osmotik pembuluh darah
e. Memberi
motivasi kepada pasien agar mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan
motivasi pasein untuk makan
f. Lakukan
perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
R : Mengurangi rasa yang tidak enak
dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat
merangsang vomiting.
g. Jelaskan kepada
keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu
dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat
meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h. Tunjukkan cara
pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya
sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
k. Memberi makan
lewat parenteral ( D 5% )
R : Mengganti zat-zat makanan secara
cepat melalui parenteral
Dx.6
KH : Orang tua tetap dapat
menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a. Ajarkan orang tua tentang
tekhnik isolasi yang benar
R : pemahaman dan mengikuti teknis
isolasi dengan benar membantu mencegah penularan TB yang memungkinkan orang tua
bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan
b. Motivasi orang tua dan
anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.
R : seringnya keluarga kontak akan
mengurangi kecemasan terhadap perpisahan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama
pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan
kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah
penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia..
Gambaran
klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat
disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak
sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
Uji tuberkulin positif bila indurasi
> 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin
positif menunjukkan TBC.
Tatalaksana
TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara
pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya.
Usaha preventif dilakukan dengan
vaksin BCG dan kemoprofilaksis. Keterlambatan motorik kasar menunjukkan
adanya kerusakan pada susunan
saraf pusat seperti serebral palsi
(gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan bagian otok yang mengatur
otot-otot tubuh)
B.
Saran-Saran
Bagi perawat diharapkan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan
memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui
adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TBC
DAFTAR PUSTAKA
Diposting oleh Admin. Minggu : 19 Agustus 2007.
Tuberkulosis Pada Anak. ArtikelKedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada
anak.html
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti di 08.10.
Jumat, 26 Maret 2010. Halaman: 14 (9304 hits. Sindrome Down. http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan
Pediatrik Dengan Clinical Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada
Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu
Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Vol : 2. Jakarta : EGC.