MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
KESEHATAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Makalah ini secara garis besar berisi tentang “Pancasila Sebagai Sistem FIlsafat,Pancasila Sebagai SIstem Etika Politik,dan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan pancasila.
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai filosofis pancasila serta membangun kesadaran kita sebagai putera puteri bangsa bagian dari NKRI dalam memaknai pancasila Pancasila Sebagai SisteFIlsafat,Pancasila Sebagai SIstem Etika Politik,dan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di kehidupan kita.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Makalah ini secara garis besar berisi tentang “Pancasila Sebagai Sistem FIlsafat,Pancasila Sebagai SIstem Etika Politik,dan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan pancasila.
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai filosofis pancasila serta membangun kesadaran kita sebagai putera puteri bangsa bagian dari NKRI dalam memaknai pancasila Pancasila Sebagai SisteFIlsafat,Pancasila Sebagai SIstem Etika Politik,dan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan di kehidupan kita.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempunakan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk ke depan.
Kiranya
tuhan yang maha esa berkenan memberikan perlindungan dan bimbingannya.
Yogyakarta, Januari 2011
DAFTAR ISI
1.
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………….(2)
2.
Daftar isi…………………………………………………………………………………………………….(3)
3.
Pendahuluan………………………………………………………………………………….............
(4)
4.
Pancasila Sebagai sistem
filsafat…………………………………………………………………(5)
5.
Pancasila Sebagai sistem Etika Politik…………………………………………………………(9)
6.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan…………………………………………….(12)
7.
Penutup……………………………………………………………………………………………………(17)
8. DaftarPustaka………………………………………………………………………………………….(18)
PENDAHULUAN
Adakah terdengar lagi gaung Pancasila dalam kancah
kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini? Agaknya untuk melihat hal itu, perlu
penelaahan yang cukup luas sudut pandangnya. Atau dapat dikatakan bahwa jika
Pancasila dilihat sebagai sebuah fenomena, maka perlu juga dilihat noumena atau
esensi dari fenomena itu, dengan begitu sudut pandangnya tidak hanya dibatasi
pada tataran luaran yang nampak, tetapi juga berupaya melihat apa yang sedang
terjadi di dalam. Dan sebagai generasi yang hadir hidup di tengah pergumulan
“hidup-mati’ Pancasila, sepertinya hal itu dapat dilakukan. Melihat apa yang
sebenarnya terjadi pada Pancasila.Akhir-akhir ini kita tahu bahwa, Pancasila
sedang mengalami satu fase delegitimasi keberadaan, di mana sebagai
sebuah pandangan hidup sebuah bangsa ia tak lagi “diakui” sebagai pedoman hidup
bersama. Pancasila sekarang sudah tidak sakti lagi, meski kita masih sering
mendengar tiap tahunnya pada akhir bulan September dan awal Oktober selalu ada
peringatan hari Kesaktian Pancasila. Reformasi 1998-1999 telah
mencabik-cabiknya Nilai daripada suatu hasil ilmu pengetahuan
tergantung daripada cocok tidaknya dengan keadaan dan kenyataan, dibenarkan
atau tidaknya oleh keadaan (dapat tidaknya memberikan pengertian atau
menjelaskan) yang dikemudian terjadi atau kenyataan yang kemudian menjadi
diketahui. Ilmu pengetahuan tentang pancasila
adalah termasuk di dalam lingkungan ilmu pengetahuan yang jenis lain, bukan
eksakta. Pancasila dalam arti bentuk adalah suatu nama dasar negara Indonesia
yang terdiri atas kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar.
Ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila dalam arti
substansi adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri, yaitu
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Selain pancasila
sebagai ideology bangsa Indonesatau dasar Negara,pancasila juga sebagai sistem filsafat,etika politik dan paradigma
pembangunan. Yang akan dijelaskan dalam makalah ini.
Oleh
founding-fathers, Pancasila digali dari nilai-nilai sosio-budaya bangsa
Indonesia dan diperkaya oleh nilai-nilai dan masukan pengalaman bangsa-bangsa
lain. Pancasila adalah weltanschauung (way of life) bangsa
Indonesia. Uniknya, nilai-nilai Pancasila yang bertumbuh kembang sebagai
kepribadian bangsa itu merupakan filsafat sosial yang wajar (natural social
philosophy). Nilai-nilai itu bukan hasil pemikiran tunggal atau suatu
ajaran dari siapa pun.
Lazim
dipahami setelah menjadi konsensus nasional dan ditetapkan sebagai dasar negara
(filsafat negara) Republik Indonesia, Pancasila adalah pedoman sekaligus
cita-cita bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara formal, yuridis-konstitusional, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai
dasar negara bersifat imperatif. Namun, kita juga menyadari bahwa pengamalannya
dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih akan selalu
menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Demikian pula
tentang pelestarian dan pewarisannya kepada generasi penerus.
Dalam
era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam
aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang
mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya,
semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila
sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap
Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap
esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara
Indonesia.
Untuk
menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit
dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain
memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian
masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan
usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan
budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga
pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.
Tapi,
benarkah Pancasila adalah suatu sistem filsafat? Berikut akan diuraikan secara
singkat aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis Pancasila (disariolahulang
dari Pancasila sebagai Sistem Filsafat oleh M. Noor Syam dalam “Dialog
Manusia, Falsafah, Budaya dan Pembangunan” – YP2LM Malang:1980 – dengan rujukan
bahan-bahan lain yang terlalu panjang dan banyak, bahkan sekadar untuk
disebutkan judul-judulnya saja. Artikel ini sekadar mengantarkan pemahaman umum
tentang Pancasila sebagai suatu sistem filsafat ditinjau dari aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Untuk pendalamannya dianjurkan membaca aneka
sumber yang banyak tersedia di perpustakaan dan atau mencoba melakukan
permenungan sendiri tentangnya). Semoga bermanfaat bagi mereka yang sedang
senang mempelajarinya!
Aspek Ontologis
Ontologi
ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan
sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara
lain:
- Tuhan yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
- Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;
- Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
- Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
- Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Aspek Epistemologis
Epistemologi
menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
- Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
- Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
·
Sumber
primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta,
sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
·
Sumber
sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan,
dokumentasi;
·
Sumber
tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
- Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:Pengetahuan indrawi;Pengetahuan ilmiah;Pengetahuan filosofis;Pengetahuan religius.
- Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
- Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
Aspek aksiologis
Aksiologi
menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
- Tuhan yang mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
- Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
- Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
- Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
- Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
- Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
- Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
- Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.
Skema
pola antarhubungan sosial manusia meliputi:
- hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa (A2-P-B2);
- hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C: Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).
- kualitas hubungan sosial-vertikal (garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial horisontal (garis APB);
- kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap Ketuhanan yang mahaesa;
- kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC. Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas kesadaran kemanusiaan.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Etika
termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok
yaitu etika umum dan etika khusus.Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang
berlaku bagi setiap tindakan
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena
etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan
predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk".
Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena
etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan
predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk".
Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Didalam
Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.
Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau
tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau
tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan o1eh subjek penilai tentu
berhubungan dengan unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu
itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan
baik
Di
dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan
dan keharusan. Maka nilai bermakna das Sollen, bukan das-Sein
yang artinya bahwa
das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus menjadi real yang
bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus menjadi real yang
bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Pada
hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia.
Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan
penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang
dalam rangka penggolongan tersebut.
Notonagoro
membaginilai menjadi tiga maacam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi
kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi
manusia 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu : Nilai kebenaran, Nilai keindahan, Nilai kebaikan,Nilai religious.
kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi
manusia 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu : Nilai kebenaran, Nilai keindahan, Nilai kebaikan,Nilai religious.
Notonagoro
berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai
kerokhanian,_tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai
material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan
atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang
sistematikaMaha Esa sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan hirarkhis yang dimulai dari
silaKetuhananyang(Darmodiharjo,1978).
Nilai
religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai
religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan
tidak.dapat.di jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan
tertentu nilai tersebut bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal
pikir manusia.
Dalam
kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:
a) Ni1ai
Dasar
Nilai
ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra
manusia, namun dalam realisasinya ini berkaitan dengan tingkah laku atau
segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata namun nilai memiliki nilai
dasar, yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang
terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal
karena menyangkut hakikat kenyataan obyektif segala sesuatu misalnya
hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Apabila nilai dasar itu
berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut bersifat
mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehingga segala
sesuatu diciptakan berasal dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan
dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber
pada hakikat kodrat manusia sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu
dijabarkan dalam norma hukum maka diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai
dasar itu berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi,
relasi, ruang maupun waktu, sehingga nilai dasar dapat disebut
sebagai sumber norma pada gilirannya
direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam
aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat
berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan
nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis
tersebut.
b) Nilai Instrumental
Untuk
dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai
dasar tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yang jelas. Nilai instrumental merupakan suatu pedoman
yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental
tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari
maka suatu norma moral. Jika nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai instrumental
merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber pada nilai
dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar.
c)
Nilai praksis
Nilai
praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari
nilai instrumental dalam suatu
kehidupan yang nyata, sehingga nilaipraksis ini merupakan
perwujudan dari nilai
instrumental namun tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat
bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak
boleh menyimpang dari sistem tersebut. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa
nilai adalah kualitas dari suatu yang bermaanfaat bagi kehidupan manusia, baik
lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan,alasan,
atau motivasi., dalam bersikapdan
bertingkah laku baik disadari maupun tidak.
Nilai
berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami,
dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan
harapan, cita-cita , keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan
internal manusia. Nilai ini bersifat kongkrit yaitu tidak dapat
ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun
objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan
bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas
dari penilaian manusia.
Agar
nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih
objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku
secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam norma
hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh suatu
kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai dan norma
senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
Moral
merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan,
kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus
hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di
pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer,
1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa etika dapat
diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu pengertian moral,
sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas
tentang prinsip-prinsip moralitas
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat dengan materi pancasila
sbagai filsafat,pancasila sebagai sistemetika politik dan pancasila sebagai
paradigm pembangunansemoga dapat melengkapi tugas kewarganegaraan dan dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Tentu kita sadari bahwa tidak semua materi yang ada
dituangkan dhalam makalah inidan sebaliknya tidak semua yang tertuang dalam
makalah ini akan sesuai dengan pemikiran ahli yang lain .Hal ini karena semata
mata keterbatasan pembuat makalah.
Oleh karena itu apabila dalam penyusunan makalah inidirasa
ada yang kurang mohon ditanyakan kepada sumbernya .terimakasih,semoga
bermanfaat .
Amin
DAFTAR PUSTAKA
http:// www.
Pancasila.org/situs/sebagai_ etika _.politik.Via google.view15-I-2010
www.google.com.pancasila
sebagai paradi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar